- Get link
- Other Apps
DAFTAR ISI
BAB 2 PEMBAHASAN
A. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama
1. Pengertian Agama
2. Perlunya Manusia
Terhadap Agama
B. Fungsi Agama Dalam Kehidupan
C. Rasa Ingin Tahu Manusia(Human Question for
Knowledge)
D. Doktrin Kepercayaan Agama
BAB 3 KESIMPULAN
1. Simpulan
2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk
paling sempurna di antara makhluk hidup lainnya mampu mewujudkan segala
keinginan dan kebutuhannya dengan kekuatan akal yang dimilikinya. Di samping
itu manusia juga mempunyai kecenderungan untuk mencari sesuatu yang mampu
menjawab segala pertanyaan yang ada dalam benaknya. Segala keingintahuan itu
akan menjadikan manusia gelisah dan kemudian mencari pelampiasan dengan
timbulnya tindakan irrasionalitas. Munculnya pemujaan terhadap benda-benda
merupakan bukti adanya keingintahuan manusia yang diliputi oleh rasa takut terhadap
sesuatu yang tidak diketahuinya.
Menurut sebagian para
ahli, rasa ingin tahu dan rasa takut itu menjadi pendorong utama tumbuh
suburnya rasa keagamaan dalam diri manusia. la merasa berhak untuk mengetahui
dari mana ia berasal, untuk apa dia berada di dunia, apa yang mesti ia lakukan
demi kebahagiannya di dunia dan alam akhirat nanti. Dan jawaban dari pertanyaan
tersebut adalah agama. Karenanya, sangatlah logis jika agama selalu
mewarnai sejarah manusia dari zaman dulu hingga zaman sekarang bahkan sampai
akhir nanti. Lantas benarkah hanya rasa takut dan ingin tahu tersebut yang
menjadikan manusia membutuhkan agama dalam kehidupan mereka?. Dalam makalah
yang sederhana ini akan diulas bagaimana agama bisa menjadi kebutuhan bagi
manusia.
PEMBAHASAN
A. Kebutuhan
Manusia Terhadap Agama
1. Pengertian
Agama
Secara
sederhana, pengertian agama dapat dilihat dari sudut kebahasan(etimologis) dan
sudut istilah(terminologis). Mengartikan agama dari sudut kebahasan akan terasa
lebih mudah daripada mengartikan agama dari sudut istilah karena pengertian
agama dari sudut istilah ini sudah mengandung muatan subjektivitas dari orang
yang mengartikannya. Atas dasar ini, maka tidak mengherankan jika muncul
beberapa ahli yang tidak tertarik mendefenisikan agama. James Henry Leuba,
seorang psikologi Amerika yang terkenal karena kontribusinya terhadap psikologi
agama, ia berusaha mengumpulkan semua definisi yang pernah dibuat orang tentang
agama, tak kurang dari 48 teori. Akhirnya ia berkesimpulan bahwa
usaha untuk membuat definisi agama itu tak ada gunanya karena hanya merupakan
kepandaian bersilat lidah. Sampai sekarang perdebatan tentang definisi agama
masih belum selesai. W.H.Clark , seorang ahli Ilmu Jiwa Agama mengatakan bahwa
tidak ada yang lebih sukar daripada mencari kata-kata yang dapat digunakan
untuk membuat definisi agama, karena pengalaman agama adalah subjektif, intern,
dan individual, dimana setiap orang akan merasakan pengalaman agama yang
berbeda dari orang lain. Disamping itu, tampak bahwa pada umumnya orang lebih
condong kepada mengaku beragama,kendatipun ia tidak menjalankannya.
Agama
memiliki nama lain diantaranya kata din dan religi. Menurut Harun Nasution
dalam bukunya yang berjudul Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya dikutip oleh
Abuddin Nata, Agama berasal dari kata Sansekerta yang tersusun dari kata “a”
yang artinya tidak dan “gam”artinya pergi. Jadi, agama artinya tidak pergi,
tetap di tempat, diwarisi secara turun-menurun. Hal demikian menunjukkan pada
salah satu sifat agama yaitu diwarisi secara turun-menurun dari satu generasi
ke generasi lainnya. Kata din dalam bahasa Arab artinya menguasai,
menundukkan, patuh, utang, balasan dan kebiasaan. Arti kata tersebut sejalan
dengan kandungan agama yang di dalamnya terdapat peraturan-peraturan yang
hukumnya harus dipatuhi penganut agama yang bersangkutan. Kata religi berasal
dari bahasa Latin yang asalnya dari kata relegere, mengandung arti
mengumpulkan, membaca, dan mengikat. Arti tersebut sesuai dengan ajaran agama
yang mengandung kumpulan cara-cara mengabdi dengan Tuhan yang terkumpul dalam
kitab suci yang harus dibaca dan agama memiliki sifat mengikat bagi manusia.
Dari
beberapa definisi di atas, ada empat unsur yang menjadi karakteristik agama
sebagai berikut:
Pertama, unsur kepercayaan
terhadap kekuatan gaib. Kekuatan gaib tersebut dapat mengambil bentuk yang
bermacam- macam. Dalam agama primitif kekuatan gaib tersebut dapat mengambil
bentuk benda- benda yang memiliki kekuatan misterius ( sakti ), ruh atau jiwa
,dewa-dewa dan Tuhan atau Allah istilah yang lebih khusus dalam agama Islam.
Kepercayaan pada adanya Tuhan adalah dasar yang utama sekali dalam paham
keagamaan.
Kedua, unsur kepercayaan
bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia ini dan di akhirat nanti tergantung
pada adanya hubungan yang baik dengan kekuatan gaib yang dimaksud. Hubungan
baik ini diwujudkan dalam bentuk peribadatan, selalu mengingat-Nya,
melaksanakan segala perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya
Ketiga, unsur respon yang
bersifat emosional dari manusia. respon tersebut dapat mengambil bentuk rasa
takut, seperti yang terdapat pada agama primitif, atau perasaan cinta seperti
yang terdapat pada agama- agama monoteisme. Selanjutnya respon tersebut dapat
pula mengambil bentuk penyembahan seperti yang terdapat pada agama monoteisme
dan pada akhirnya respon tersebut mengambil bentuk dan cara hidup tertentu bagi
masyarakat yang bersangkutan.
Keempat, unsur paham adanya
yang kudus (sacred) dan suci, dalam bentuk kekuatan gaib, dalam bentuk kitab
suci yang mengandung ajaran- ajaran agama yang bersangkutan, tempat- tempat
tertentu, peralatan untuk menyelenggarakan upacara, dan sebagainya.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa agama adalah ajaran
yang berasal dari Tuhan atau hasil renungan manusia yang terkandung dalam
kitab suci yang turun temurun diwariskan oleh suatu generasi ke generasi
lainnya dengan tujuan untuk memberi tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia
agar mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat, yang di dalamnya mencakup unsur
kepercayaan kepada kekuatan gaib yang selanjutnya menimbulkan respon emosional
dan keyakinan bahwa kebahagiaan hidup tersebut tergantung pada adanya hubungan
yang baik dengan kekuatan gaib tersebut.
2.
Perlunya Manusia Terhadap Agama
Ada 3 alasan yang melatarbelakangi perlunya manusia terhadap agama,
yaitu sebagai berikut:
1. Latar Belakang Fitrah
Manusia
Kenyataan
bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan pertama kali ditetapkan dalam ajaran
Islam. Terdapat dalam Surah Ar-Rum ayat 30, artinya : “Maka hadapkanlah
wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam), (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia
telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan
Allah. (itulah) agama yang lurus,tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,”.
Ada potensi fitrah beragama yang terdapat pada manusia. Manusia insan secara
kodrati sebagai ciptaan Tuhan yang sempurna bentuknya dibanding dengan makhluk
lainnya sudah dilengkapi dengan kemampuan mengenal dan memahami kebenaran dan
kebaikan yang terpancar dari ciptaan-Nya. Menurut Musa Asy’ari dalam buku Manusia
Pembentuk Kebudayaan dalam Al-Qur’an yang dikutip oleh Nata bahwa
pengertian manusia yang disebut insan di dalam al-Qur’an dipakai untuk
menunjukkan lapangan kegiatan manusia yang amat luas adalah terletak pada
kemampuan menggunakan akalnya dan mewujudkan pengetahuan konseptualnya dalam
kehidupan konkret.
Hal
demikian berbeda dengan kata basyar yang digunakan dalam
alQur’an untuk menyebut manusia dalam pengertian lahiriyahnya yang membutuhkan
makan, minum, pakaian, tempat tinggal, hidup yang kemudian mati. Informasi
mengenai potensi beragama yang dimiliki manusia itu dapat pula dijumpai dalam
Surah Al-A’raf ayat 172,artinya : “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu
mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan
Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman),”Bukankah Aku
ini Tuhanmu?” Mereka menjawab,”Betul (Engkau Tuhan kami),kami bersaksi.” (Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan,”Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini,”.
Berdasarkan ayat diatas,terlihat dengan jelas bahwa manusia
secara fitri merupakan makhluk yang memiliki kemampuan
beragama. Sebagaimana dalam sebuah hadits shohih, Rosulullah bersabda
“setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitroh (bertauhid), kedua orang tuanyalah
yang menjadikan ia yahudi, nashrani atau majusi”. (HR Bukhori dan
Muslim). Sebagian mufassir menyatakan bahwa ketika benih manusia keluar
dari sulbi bapak dan tertanam dalam rahim ibu, Allah telah menanamkan fitrah
keimanan dan keinginan untuk mencari kebenaran kepada-Nya dan fitrah ini
diberikan Allah kepada semua manusia. Oleh sebab itu, setiap orang pasti
memiliki kecenderungan dalam hatinya untuk mengenal Allah Swt dan bergerak
menuju ke jalan-Nya. Fitrah yang ditanamkan oleh Allah kepada seluruh manusia
ini merupakan sebuah hujjah bagi semua umat manusia. Kelak pada Hari Kiamat,
mereka tidak bisa lagi berkata, “Kami menjadi musyrik karena mengikuti
ayah-ayah kami, sehingga tidak ada jalan lain bagi kami,”atau, “Kami terlupa
terhadap masalah ini dan tidak memiliki pengetahuan tentang Tuhan pencipta jagat
raya ini.” Bukti bahwa manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi
beragama ini dapat dilihat melalui bukti historis dan antropologis. Pada
manusia primitif yang kepadanya tidak pernah datang informasi mengenai Tuhan,
ternyata mereka mempercayai adanya Tuhan, walaupun Tuhan yang mereka
percayai itu terbatas pada daya khayalnya mereka. Terbukti dengan adanya
kepercayaan Dinamisme, Animisme dan Politeisme.
2. Kelemahan dan Kekurangan
Manusia
“Demi nafs serta penyempurnaan ciptaan, Allah mengilhamkan
kepadanya kefasikan dan ketakwaan.” (Surah Al-Syams ayat
7-8). Menurut Quraish Shihab, dalam bukunya Wawasan al-Qur'an; Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai
Persoalan Umat yang dikutip oleh
Abuddin Nata bahwa kata mengilhamkan berarti
potensi agar manusia melalui nafs menangkap makna baik dan buruk serta dapat
mendorongnya untuk melakukan kebaikan dan keburukan. Di sini antara lain
terlihat perbedaan pengertian dengan terminologi kaum Sufi. Nafs dalam
penegertian kaum Sufi adalah sesuatu yang melahirkan sifat tercela dan perilaku
buruk. Hal ini sama dengan pengertian yang terdapat dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia bahwa nafs adalah dorongan hati yang kuat untuk berbuat yang kurang
baik..
Lebih
jauh Qurash Shihab berpendapat bahwa kendatipun nafs berpotensi positif dan
negatif. Namun diproleh pula isyarat bahwa pada hakikatnya potensi positif
manusia lebih kuat dari potensi negatifnya, hanya saja dorongan dan daya tarik
keburukan lebih kuat dari pada daya tarik kebaikan. Dalam literatur
teologi Islam kita jumpai pandangan kaum Mu’tazilah[1] yang
rasionalis, karena banyak mendahulukan akal dalam memperkuat argumentasinya
daripada pendapat wahyu. Namun demikian, mereka sepakat bahwa manusia dengan
akalnya memiliki kelemahan. Akal memang dapat mengetahui yang baik dan buruk,
tetapi tidak semua yang baik dan buruk dapat diketahui oleh akal. Dalam
hubungan ini, kaum Mu’tazilh mewajibkan kepada Tuhan agar menurunkan wahyu
dengan tujuan agar kekurangan yang dimiliki akal dapat dilengkapi dengan
informasi yang dating dari wahyu(agama). Dengan demikian secara tidak langsung
kaum Mu’tazilah memandang bahwa manusia memerlukan wahyu (agama).
3. Tantangan Manusia
Faktor lain yang menyebabkan manusia
memerlukan agama adalah karena manusia dalam kehidupannya senantiasa menghadapi
berbagai tantangan, baik yang dating dari dalam maupun dari
luar. Tantangan dari dalam berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan setan
dan tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan
manusia dengan secara sengaja berupaya memalingkan/menjauhkan manusia dari
Tuhan. Untuk menghadapi tantangan tersebut diperlukan agama.
B.
Fungsi Agama Dalam Kehidupan
Agama
mempunyai peraturan yang mutlak berlaku bagi segenap manusia dan bangsa, dalam
semua tempat dan waktu, yang dibuat oleh sang pencipta alam semesta sehingga
peraturan yang dibuatNya betul-betul adil. Secara terperinci agama memiliki
peranan yang bisa dilihat dari: aspek keagamaan (religius), kejiwaan (psikologis),
kemasyarakatan (sosiologis), hakekat kemanusiaan (human nature),
asal usulnya (antropologis) dan moral (ethics). Dari aspek
religius, agama menyadarkan manusia, siapa penciptanya. Faktor keimanan juga
mempengaruhi karena iman adalah dasar agama.
Secara
antropologis, agama memberitahukan kepada manusia tentang siapa, darimana, dan
mau kemana manusia. Dari segi sosiologis, agama berusaha mengubah berbagai bentuk
kegelapan, kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan. Agama juga menghubungkan
masalah ritual ibadah dengan masalah sosial. Secara psikologis, agama bisa
menenteramkan, menenangkan, dan membahagiakan kehidupan jiwa seseorang.
Dan
secara moral, agama menunjukkan tata nilai dan norma yang baik dan buruk, dan
mendorong manusia berpeilaku baik (akhlaq mahmudah). Fungsi
agama juga sebagai pencapai tujuan luhur manusia di dunia ini, yaitu cita-cita
manusia untuk mendapatkan kesejahteraan lahir dan batin. Dalam Al-Quran surat
Thoha ayat 117-119 disebutkan yang artinya : ”Maka kami berkata: “Hai Adam,
Sesungguhnya Ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, Maka sekali-kali
janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu
menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak
akan telanjang. Dan Sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula)
akan ditimpa panas matahari di dalamnya”.
Dari segi pragmatisme, seseorang menganut
suatu agama adalah disebabkan oleh fungsinya. Bagi kebanyakan orang, agama itu
berfungsi untuk menjaga kebahagiaan hidup. Tetapi dari segi sains sosial,
fungsi agama mempunyai dimensi yang lain seperti apa yang diuraikan di bawah
ini:
a. Memberi
pandangan dunia kepada satu-satu budaya manusia
Agama dikatakan memberi pandangan dunia
kepada manusia karena ia senantiasa memberi penerangan kepada dunia (secara
keseluruhan), dan juga kedudukan manusia di dalam dunia. Penerangan dalam
masalah ini sebenarnya sulit dicapai melalui indra manusia, melainkan sedikit
penerangan daripada falsafah. Contohnya, agama Islam menerangkan kepada umatnya
bahwa dunia adalah ciptaan Allah dan setiap manusia harus menaati Allah.
b. Menjawab
berbagai pertanyaan yang tidak mampu dijawab oleh manusia
Sebagian pertanyaan yang senantiasa ditanya
oleh manusia merupakan pertanyaan yang tidak terjawab oleh akal manusia
sendiri. Contohnya pertanyaan kehidupan setelah mati, tujuan hidup, soal nasib
dan sebagainya. Bagi kebanyakan manusia, pertanyaan-pertanyaan ini sangat
menarik dan perlu untuk menjawabnya. Maka, agama itulah fungsinya untuk
menjawab soalan-soalan ini.
c. Memainkan
fungsi peranan sosial
Agama merupakan satu faktor dalam pembentukan
kelompok manusia. Ini adalah karena sistem agama menimbulkan keseragaman bukan
saja kepercayaan yang sama, melainkan tingkah laku, pandangan dunia dan nilai
yang sama.
d. Memberi
rasa kekitaan kepada sesuatu kelompok manusia
Kebanyakan agama di dunia ini menyarankan
kepada kebaikan. Dalam ajaran agama sendiri sebenarnya telah menggariskan kode
etika yang wajib dilakukan oleh penganutnya. Maka ini dikatakan agama memainkan
fungsi peranan sosial.
Agama merupakan salah satu
prinsip yang (harus) dimiliki oleh setiap manusia untuk mempercayai Tuhan dalam
kehidupan mereka. Tidak hanya itu, secara individu agama bisa digunakan untuk
menuntun kehidupan manusia dalam mengarungi kehidupannya sehari-hari. Namun, kalau
dilihat dari secara kelompok atau masyarakat, bagaimana kita memahami agama
tersebut dalam kehidupan masyarakat?. Prof. Dr. H. Jalaluddin dalam
bukunya Psikologi Agama membantu kita memahami beberapa fungsi agama dalam
masyarakat, antara lain:
1. Fungsi Edukatif (Pendidikan). Ajaran
agama secara yuridis (hukum) berfungsi menyuruh/mengajak dan
melarang yang harus dipatuhi agar pribagi penganutnya menjadi baik dan benar,
dan terbiasa dengan yang baik dan yang benar menurut ajaran agama
masing-masing.
2. Fungsi
Penyelamat. Dimanapun manusia berada, dia selalu menginginkan dirinya
selamat. Keselamatan yang diberikan oleh agama meliputi kehidupan dunia dan
akhirat. Charles Kimball dalam bukunya Kala Agama Menjadi Bencana melontarkan
kritik tajam terhadap agama monoteisme (ajaran menganut Tuhan
satu). Menurutnya, sekarang ini agama tidak lagi berhak bertanya: Apakah umat
di luat agamaku diselamatkan atau tidak? Apalagi bertanya bagaimana mereka bisa
diselamatkan? Teologi(agama) harus meninggalkan perspektif (pandangan)
sempit tersebut. Teologi mesti terbuka bahwa Tuhan mempunyai
rencana keselamatan umat manusia yang menyeluruh. Rencana itu tidak pernah
terbuka dan mungkin agamaku tidak cukup menyelami secara sendirian. Bisa jadi
agama-agama lain mempunyai pengertian dan sumbangan untuk menyelami rencana
keselamatan Tuhan tersebut. Dari sinilah, dialog antar agama bisa dimulai
dengan terbuka dan jujur serta setara.
3 Fungsi Perdamaian. Melalui tuntunan agama
seorang/sekelompok orang yang bersalah atau berdosa mencapai kedamaian batin
dan perdamaian dengan diri sendiri, sesama, semesta dan Alloh. Tentu dia/mereka
harus bertaubat dan mengubah cara hidup.
4 Fungsi Kontrol Sosial. Ajaran agama membentuk
penganutnya makin peka terhadap masalah-masalah sosial seperti, kemaksiatan,
kemiskinan, keadilan, kesejahteraan dan kemanusiaan. Kepekaan ini juga
mendorong untuk tidak bisa berdiam diri menyaksikan kebatilan yang merasuki
sistem kehidupan yang ada.
5 Fungsi Pemupuk Rasa Solidaritas. Bila
fungsi ini dibangun secara serius dan tulus, maka persaudaraan yang kokoh akan
berdiri tegak menjadi pilar "Civil Society" (kehidupan
masyarakat) yang memukau.
6 Fungsi Pembaharuan. Ajaran agama dapat mengubah
kehidupan pribadi seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru. Dengan fungsi
ini seharusnya agama terus-menerus menjadi agen perubahan basis-basis nilai dan
moral bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
7 Fungsi Kreatif. Fungsi ini menopang dan
mendorong fungsi pembaharuan untuk mengajak umat beragama bekerja produktif dan
inovatif bukan hanya bagi diri sendiri tetapi juga bagi orang lain.
8 Fungsi Sublimatif (bersifat perubahan
emosi). Ajaran agama mensucikan segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat
agamawi, melainkan juga bersifat duniawi. Usaha manusia selama tidak
bertentangan dengan norma-norma agama, bila dilakukan atas niat yang tulus,
karena untuk Alloh, itu adalah ibadah.
C.
Rasa Ingin Tahu Manusia(Human Question for
Knowledge)
Manusia lahir tanpa mengetahui
sesuatu, ketika itu yang diketahuinya hanya ”saya tidak tahu”. Tapi kemudian
dengan pancaindra, akal, dan jiwanya sedikit demi sedikit pengetahuannya
bertambah, dengan coba-coba (trial and error), pengamatan, pemikiran
yang logis dan pengalamannya ia menemukan pengetahuan. Namun demikian
keterbatasan panca indra dan akal menjadikan sebagian banyak tanda tanya yang
muncul dalam benaknya tidak dapat terjawab. Hal ini dapat mengganggu perasaan
dan jiwanya dan semakin mendesak pertanyaan-pertanyaan tersebut semakin gelisah
ia apabila tak terjawab. Hal inilah yang disebut dengan rasa ingin tahu
manusia. Manusia membutuhkan informasi yang akan menjadi syarat kebahagiaan
dirinya
D.
Doktrin Kepercayaan Agama
Dalam pemikiran kaum Marxis
doktrin agama dianggap sebagai candu masyarakat yang melalaikan manusia
terhadap berbagai penindasan kaum borjuis. Lantas apakah doktrin kepercayaan
agama memang bersifat demikian. Pernyataan Karl Mark dilatarbelakangi oleh
konteks yang demikian. Namun perlu diketahui bahwa agama terutama Islam sama
sekali tidak menganjurkan manusia lalai dengan tindakan ketidak adilan yang ada
di depan matanya.
Perlu diketahui juga bahwa dalam menjalankan
fungsi dan mencapai tujuan hidupnya manusia telah dianugerahi oleh Allah dengan
berbagai bekal seperti: naluri, (insting), pancaindra, akal, dan lingkungan
hidup untuk dikelola dan dimanfaatkan. Fungsi dan tujuan hidup manusia adalah
dijelaskan oleh agama dan bukan oleh akal. Agama justru datang karena ternyata
bekal-bekal yang dilimpahkan kepada manusia itu tidak cukup mampu menemukan apa
perlunya ia lahir ke dunia ini. Agama diturunkan untuk mengatur hidup manusia.
Meluruskan dan mengendalikan akal yang
bersifat bebas. Kebebasan akal tanpa kendali, bukan saja menyebabkan manusia
lupa diri, melainkan juga akan membawa ia ke jurang kesesatan, mengingkari
Tuhan, tidak percaya kepada yang gaib dan berbagai akibat negatif
lainnya. Yang istimewa pada doktrin agama ialah wawasannya lebih luas. Ada
hal-hal yang kadang tak terjangkau oleh rasio dikemukakan oleh agama.
Akan tetapi pada hakikatnya tidak ada ajaran
agama (yang benar) bertentangan dengan akal, oleh karena agama itu sendiri
diturunkan hanya pada orang-orang yang berakal. Maka jelas bahwa manusia tidak
akan mampu menanggalkan doktrin agama dalam diri mereka. Jika ada yang merasa
diri mereka bertentangan dengan agama maka akalnya lah yang tidak mau berpikir
secara lebih luas. Lebih luas lagi menurut T. Jeremy Gunn ada tiga segi
agama yang perlu diketahui, yaitu :
Pertama, agama sebagai kepercayaan. Agama
sebagai kepercayaan menyinggung keyakinan yang orang pegang mengenai hal-hal
seperti Tuhan, kebenaran, atau doktrin kepercayaan. Kepercayaan terhadap agama
menekankan, contohnya, kesetiaan pada doktrin-doktrin seperti rukun Islam,
karma, darma, atau pesan sinkretis lainnya yang menurut banyak doktrin agama
mendasari realitas kehidupan.
Kedua, agama sebagai kepercayaan menekankan
pada doktrin, sedangkan agama sebagai identitas menekankan pada afiliasi dengan
kelompok. Dalam hal ini, identitas agama dialami sebagai sesuatu yang
berhubungan dengan keluarga, etnisitas, ras atau Kebangsaan. Jadi, orang
percaya bahwa identitas agama merupakan sesuatu yang didapatkan setelah proses
belajar, berdoa, atau refleksi.Segi agama yang ketiga ialah agama sebagai jalan
hidup (way of life).
Dalam segi ini, agama berhubungan dengan
tindakan, ritual, kebiasaan dan tradisi yang membedakan umatnya dari pemeluk
agama lain. Contohnya, agama sebagai jalan hidup bisa mendorong orang untuk
hidup di biara atau komunitas keagamaan, atau melakukan banyak ritual, termasuk
salat lima waktu, mengharamkan daging babi, dan lain sebaginya. Dalam segi ini,
keimanan berusaha tetap dipegang, bahkan perlu untuk diimplementasikan.
KESIMPULAN
Simpulan
Agama adalah ajaran yang berasal dari Tuhan atau
hasil renungan manusia yang terkandung dalam kitab suci yang turun temurun
diwariskan oleh suatu generasi ke generasi lainnya dengan tujuan untuk memberi
tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia agar mencapai kebahagiaan di dunia dan
akhirat, yang di dalamnya mencakup unsur kepercayaan kepada kekuatan gaib yang
selanjutnya menimbulkan respon emosional dan keyakinan bahwa kebahagiaan hidup
tersebut tergantung pada adanya hubungan yang baik dengan kekuatan gaib tersebut.
Ada 3 alasan yang melatarbelakangi perlunya agama untuk manusia yaitu Fitrah
manusia, Kelemahan dan kekurangan manusia, dan Tantangan manusia.
Secara terperinci agama memiliki peranan yang
bisa dilihat dari: aspek keagamaan (religius), kejiwaan (psikologis),
kemasyarakatan (sosiologis), hakekat kemanusiaan (human nature),
asal usulnya (antropologis) dan moral (ethics).
Keterbatasan panca indra
dan akal menjadikan sebagian banyak tanda tanya yang muncul dalam benaknya
tidak dapat terjawab. Hal ini dapat mengganggu perasaan dan jiwanya dan semakin
mendesak pertanyaan-pertanyaan tersebut semakin gelisah ia apabila tak
terjawab. Hal inilah yang disebut dengan rasa ingin tahu manusia.
Pada
hakikatnya tidak ada ajaran agama (yang benar) bertentangan dengan akal, oleh
karena agama itu sendiri diturunkan hanya pada orang-orang yang berakal. Maka
jelas bahwa manusia tidak akan mampu menanggalkan doktrin agama dalam diri
mereka. Jika ada yang merasa diri mereka bertentangan dengan agama maka akalnya
lah yang tidak mau berpikir secara lebih luas.
Saran
Seperti yang sudah kita
bahas, agama merupakan sesuatu yang penting di dalam kehidupan. Dengan adanya
agama kehidupan kita menjadi lebih teratur, sejahtera, bahagia dan sebagainya.
Tetapi semua itu tergantung dengan bagaimana bentuk keimanan kita pada agama.
Kami berharap dengan adanya makalah ini, pembaca bisa lebih memahami arti agama
dalam kehidupan sehingga bisa meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah
SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran dan
terjemahannya
Jalaludin,Dr.Psikologi
Agama.2007.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Nata,Abidin.Metodologi
Study Islam.1998.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.
- Get link
- Other Apps
Comments
Post a Comment